Jumat, 29 April 2011

AROMA KOPI DUNIA


Aroma kopi Aceh sudah sejak lama terkenal di Indonesia, mungkin pula di dunia. Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesar di negeri kepulauan ini. Tanah Aceh menghasilkan sekitar 40 persen biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Dan Indonesia merupakan pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia. Bicara kopi Aceh pasca tsunami, tak bisa lepas dari berdatangannya komunitas internasional di bumi Serambi Mekkah ini. Mayoritas mereka juga menyukai kopi Aceh. Tak kurang dari seorang Bill Clinton, yang mantan Presiden Amerika Serikat itu pun, mengagumi kopi Aceh. Utusan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk korban tsunami itu, siap mempromosikan kopi Aceh, ke seluruh dunia melalui sebuah industri kopi di negerinya, Starbucks Coffee. Melalui dirinya, Starbucks Coffee telah menyatakan siap membeli kopi produksi Nanggroe Aceh Darussalam itu. Menurut Clinton, Starbucks Coffee telah menyetujui untuk mengambil kopi dari Aceh. Industri kopi itu tidak hanya membeli tapi juga mencantumkan dimana kopi itu berasal, yaitu tentu dengan label kopi Aceh.
Pada dasarnya kopi Aceh sama dengan kopi-kopi lainnya. Namun, karena ada beberapa bubuk kopi yang dicampur dengan bahan-bahan lain seperti jagung dan beras, ini bisa membuat cita rasa asli dari kopi hilang. Nawawi, pemilik kedai kopi Jasa Ayah atau lebih dikenal dengan Solong Ulee Kareeng, Aceh Besar tetap menjaga keaslian kopinya. Itu sebabnya, tutur Nawawi, orang-orang yang datang ke kedainya merasa puas meminum kopi racikannya.
Nawawi : “ Karena kopi kita gak campur pakai jagung, kopinya wangi harum, jadi gurih kopinya, jadi orang ketagihan, sekali merasakan itu punya keenakan dilidahnya gak ada rasa jagung rasa kopinya lebih kental begitu sehingga tagih”.
Kenikmatan meminum kopi juga tergantung biji dan bubuk kopinya. Nawawi mengatakan biji kopi di kedainya berasal dari Lamno, Aceh Jaya. Kadang persediaan kopinya tidak cukup, karena pengunjung dan pembeli kopi begitu ramai. Oleh karenanya, lanjut Nawawi, ia mencampur beberapa jenis biji kopi. Untuk itu, ketika ia menggiling biji kopi, ia mencampur biji kopi Lamno dengan biji kopi dari Geumpang Pidie tanpa menghilangkan aroma asli kopi masing-masing.
Nawawi : “ Biji kopi yang kopi utama dari lamno kemudian kita campur sedikit dengan kopi geumpang kopi daerah timur, lebih banyak kita pakai kopi lamno kalau langsung saya pakai semua kopi lamno hanya dapat terpakai dalam delapan bulan pemakaian dalam satu tahun itu delapan bulan jadi empat bulan lagi gak ada kopinya jadi terpaksa kami campur 25 persen kopi lain 75 persen kopi lamno, berarti kalau kita giling 40 kilo pakai kopi geumpang 10 kilo kopi lamno 30 kilo”.
Kedai kopi Aceh yang juga ramai dikunjungi peminum dan penikmat kopi adalah Chek Yuke, di kawasan Jl. Diponegoro, di jantung kota Banda Aceh. Iskandar, pemiliki kedai itu, yang biasa dipanggil Chek mengatakan untuk mendapatkan kopi yang nikmat bubuk kopinya harus berkualitas baik. Selain itu, dalam penyajiannya juga harus memakai perasaan dan memperhatikan selera pengunjung.
Chek : “ Memang harus menyatu cara buatnya, menyatu dengan jiwa kita cara mengolah kopinya, dia tergantung selera orang kadang-kadang orang suka kopi kental ada yang suka kopi encer, disitulah kita harus bisa menjaga selera orang”
Selain pemilihan biji kopi yang baik, proses penggilingan biji menjadi bubuk kopi juga harus dilakukan dengan sempurna. Ilham, selain bekerja di kedai kopi Solong ulee kareng tugas sehari-harinya juga menggiling kopi untuk kebutuhan kedai kopi itu. Dalam menggililng kopi, Ilham sangat memperhatikan kualitas bubuk kopi yang dihasilkan.
Ilham : “ Prosesnya yang pertama itu bijinya dibersihin, sesudah itu dikasi masuk molen sekali main dia 40 kilo 50 kilo sesudah itu dipengapian lebih kurang kita mutu yang terbaik 4 jam, 80 persen masak baru kita masuk gula sama mentega, itu langsung kemari digiling jadi halus jadi halus dibungkus jadi packing masukin kedalam siap dijual”
Berkumpul dan minum kopi di kedai memang sudah menjadi kebiasaan orang Aceh sejak dulu. Orang Aceh berkumpul di kedai kopi, lebih kepada untuk mempererat rasa persaudaraan. Nawawi, pemilik kedai Solong Ulee Kareng, melihat kebiasaan orang Aceh minum kopi ini sejak kecil. Menurutnya, dulu untuk mendapatkan secangkir kopi selain membayar dengan uang juga dilakukan barter atau menukar barang langsung seperti hasil kebun dan lain-lain.
Nawawi : “Sebelum kepasar orang aceh harus minum kopi, dari kecil saya malah waktu kecil saya sistemnya barter, jadi orang kampung minum habis itu datang kekota menjual hasil rempahnya pergi kekota menjualkan pisang menjualkan buah-buahan ada jambu, macam-macam pulang bayar, pulang sore bayar. Itu masih umur saya sepuluh tahun begitu orang minum dikampug. Seperti barter, kadang-kadang bawa pisang taruh pisang minum potong harga berapa “
Aroma kopi Aceh akan semakin menjelajah dunia ketika kopi ini telah menjadi salah satu menu dalam kedai kopi internasional, Starbucks Coffee. Seteguk demi seteguk kopi Aceh pun akan sampai ke lidah orang-orang dari mancanegara. Kenikmatan tiada taranya ketika menghirup kopi Aceh pun akan semakin bisa dinikmati warga dunia lainnya. Singkat kata, sekali mencoba kopi Aceh, dijamin pasti jatuh hati. Besok atau lusa nanti mesti kembali untuk merasakan kenikmatan aromanya lagi.
Original post from : http://dedeabdya.wordpress.com/2007/01/31/fenomena-kopi-aceh/

RASA KOPI YANG MENDUNIA


Aroma kopi Aceh sudah sejak lama terkenal di Indonesia, mungkin pula di dunia. Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesar di negeri kepulauan ini. Tanah Aceh menghasilkan sekitar 40 persen biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Dan Indonesia merupakan pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia. Bicara kopi Aceh pascatsunami, tak bisa lepas dari berdatangannya komunitas internasional di bumi Serambi Mekkah ini. Mayoritas mereka juga menyukai kopi Aceh. Tak kurang dari seorang Bill Clinton, yang mantan Presiden Amerika Serikat itu pun, mengagumi kopi Aceh.
Dirintis sejak tahun 1994, kopi Ulee Kareng menjadi salah satu kopi bubuk lokal terkenal di Banda Aceh. Cita rasa khas Aceh adalah salah satu keunggulan dari kopi bubuk warisan keluarga ini. Mutu itu pula yang menjadikan kopi bubuk ulee kareng mampu bertahan hingga sekarang. Bahkan, kopi ini memiliki cita rasa yang identik dengan daerah asal kopi itu sendiri, seperti Pidie dan Banda Aceh.  Ketenaran kopi Ulee Kareng sudah menyebar sampai ke Malaysia dan Singapura.
Di Aceh, telah menjadi tradisi bagi kaum prianya untuk menikmati kopi di warung-warung. Jumlah warung kopi di Aceh, khususnya di Banda Aceh, sangat banyak. Warung kopi di Aceh tidak sama dengan warung kopi yang ada di Pulau Jawa, karena warung kopi di Aceh bentuknya seperti restoran. Dari sekian banyak warung kopi di Kota Banda Aceh, terdapat satu warung kopi yang sangat populer dan selalu dipenuhi pengunjung dari pagi hingga malam hari, yaitu warung kopi Ulee Kareng “Jasa Ayah” atau lebih dikenal dengan sebutan Solong. Warung kopi ini dimiliki oleh seorang pria Aceh yang bernama Nawawi. Sebelumnya warung kopi ini telah ada sejak tahun 1958, namun bukan dengan nama “Jasa Ayah”, yang dikelola oleh orang tua Nawawi, yang bernama Haji Muhammad.
Bagi kaum lelaki Aceh, warung kopi tidak hanya sebagai tempat untuk menikmati secangkir kopi dan beberapa makanan khas Aceh lainnya, namun ia berkembang dengan fungsinya yang lebih luas, seperti fungsi sosial, yaitu sebagai tempat memperkuat ikatan solidaritas antar kelompok atau antar sahabat; fungsi politik, dijadikan tempat diskusi isu-isu politik dan pemerintahan baik tingkat lokal, nasional maupun internasional; dan fungsi ekonomi, yaitu sebagai tempat pertemuan dan lobi-lobi bisnis.

12960273602081383454
Bubuk Kopi Ulee Kareng yang sudah mendunia
Di Banda Aceh, yang disebut warung kopi bentuknya hampir sama seperti restaurant. Bukan duduk di bangku kayu, melainkan di kursi plastik dengan sandaran yang memungkinkan orang yang menduduki bersandar dengan santainya. Kursinya pendek, tempat dudukannya sejajar dengan meja. Jadilah para penikmat kopi itu makin nikmat meneguk minuman pahit itu. Sambil menikmati kopi, di meja akan disuguhi beberapa jenis kudapan khas Aceh yang semua rasanya manis. Rupanya rasa ini menjadi favorit di sini. Kopinya sendiri, kebanyakan hadir dalam gelas kecil. Meskipun begitu, rasanya pas dan tidak terlalu pahit seperti espresso.
Warung kopi “Jasa Ayah” tidak hanya populer diAceh, namun juga di Indonesia. Kepopulerannya semakin bertambah pasca tsunami di Aceh, karena banyak pekerja nasional dan internasional yang berdatangan ke Aceh. Tidak hanya media massa nasional yang memuat berita tentang kekhasan aroma dan rasa kopi “Jasa Ayah”, namun juga media internasional.
129602777764334836
Kopi Ulee Kareng, penuh citarasa
Keistimewaan aroma dan rasanya berasal dari pengolahan kopi arabika yang jitu. Kopi itu didatangkan dari LamnoKabupaten Aceh Jaya. Diolah dengan cara-cara khusus dan penuh kesabaran, dan keuletan, mulai dari penyangraian (penggosengan) hingga penggilingan. Ketika kopi itu disangrai, apinya tidak boleh terlalu besar, karena dapat menyebabkan kegosongan. Setelah itu baru kopi digiling. Pada saat kopi itu akan disajikan, ia harus diseduh dengan air mendidih agar mengeluarkan aroma yang harum hingga beberapa meter dan barulah setelah itu disaring dan siap disajikan. Umumnya pengunjung yang menikmati kopi arabika “Jasa Ayah”, menikmatinya sambil menyantap hidangan khas Aceh lainnya, seperti kue sarikaya (asoe kaya), kue timpan, kue bolu, martabaktelor, nasi gurih (bu guri — di Jawa sering disebut nasi uduk)